Judul : “Letakkan Tanganmu dalam Tangannya,dan Berjalanlah Sendirian Bersamanya”
Buku : Ibu Teresa Come be My Light hal. 1-4
Tema : Misionaris
Letakkan tanganmu dalam tangannya (tangan Yesus),dan berjalanlah sendirian bersama-Nya.Berjalanlah ke depan,karena bila engkau melihat ke belakang engkau akan kembali.Kata perpisahan dari ibunya ini terukir dalam hati seorang Gonxha Agnes Bojaxhiu yang berusia delapan belas tahun;gadis yang kelak dikenal sebagai Ibu Teresa,sewaktu ia meninggalkan rumahnya Skopje untuk memulai hidupnya sebagai misionaris.Pada tanggal 26 September 1928,ia berangkat ke Irlandia untuk bergabung dengan Tarekat Perawan Maria yang terberkati (komunitas suster-suster Loreto),sebuah tarekat perempuan-perempuan religius yang mengabdikan diri terutama dalam dunia pendidikan.Ia telah mengajukan lamaran untuk bergabung dengan misi tarekat ini di Bengala,India.Kepergian seperti itu menuntut iman dan keberanian yang berlimpah karena ia dan keluarganya tahu betul bahwa “ pada waktu itu,menjadi misionaris berarti tidak akan pernah kembali.”
Meskipun masih muda,Gonxha telah mempertimbangkan selama enam tahuh sebelum memutuskan untuk memenuhi panggilannya.Ia telah dibesarkan dalam sebuah keluarga yang mengutamakan kesalehan dan doa,dan kebetulan berada di sebuah lingkungan paroki yang juga sangat mendukung kehidupan religiusnya.Dalam lingkungan seperti inilah,sebagaimana kelak diungkapkan oleh Ibu Teresa,ia pertama kali merasakan panggilan untuk menyerahkan kehidupannya kepada Tuhan :
Saya waktu itu berumur dua belas tahun.Saat itulah,di tahun 1922,dia pertama kali tahu bahwa saya terpanggil untuk mengabdi bagi kaum miskin.Dia ingin pergi dan memberikan kehidupan kristus kepada Orang-Orang di negara-negara misi.
Sebelumnya,ketika berusia antara dua belas dan delapan belas tahun,saya tidak mempunyai keinginan untuk menjadi seorang biarawati.Dia hidup dalam sebuah keluarga yang sangat bahagia.Akan tetapi usia dia menginjak delapan belas tahun,dia memutuskan meninggalkan rumah dan menjadi seorang biarawati,dan sejak itu,selama empat puluh tahun ini,dia tidak pernah ragu barang sedetik pun bahwa saya telah melakukan sesuatu yang tepat;itu kehendak Tuhan.Itu pilihan-Nya.
Maka keputusannya bukan keputusan iseng seorang remaja,melainkan sebuah pilihan yang telah dipertimbangkan,buah hubungan yang sangat akrab dengan Yesus.Lama kemudian ia akan mengungkapkan,”Sejak masa kanak-kanak Hati Yesus telah menjadi cinta pertama dia.” Ia telah membulatkan tekadnya ketika mengajukan surat lamaran kepada pembesar biarawati Loreto.
Yang Mulia Suster Kepala Biara,
Bermurah hatila untuk mendengarkan keinginan saya yang tulus.Saya ingin bergabung dengan Kongresasi Suster sehingga suatu hari kelak saya mungkin menjadi seorang suster misionaris,dan bekerja untuk Yesus yang wafat untuk kita semua.
Saya telah menyelesaikan kelas lima sekolah menengah,tentang bahasa,yang saya kuasai adalah bahasa Albania,bahasa ibu saya dan bahasa Serbia,”Saya tahu sedikit bahasa Prancis,sedangkan bahasa Inggris tidak saya kuasai sama sekali,tetapi saya berharap leh kebaikan Tuhan Ia akan membantu saya mempelajarinya secukup yang saya perlukan dan karena itu saya langsung mulai mempratikannya selama beberapa hari ini.
Saya tidak mengajukan syarat apa pun,saya hanya ingin menjadi misionaris,dan untuk semua yang lain saya meyerahkan diri sepenuhnya kepada penyelenggara Tuhan.
Sebuah rahmat luar biasa yang telah ia terima paad hari ketika ia pertama kali menyambut Komuni Suci telah membakar hasrat-nya untuk mengambil langkah berani menuju kawasan yang tidak dikenalnya ini : “Sejak usia lima setengah tahun,ketika pertama kali saya menerima Yesus-rasa cinta itu tumbuh dalam diri saya,benih-benih cinta itu memerlukan beberapa tahun untuk tumbuh,sampai saya tiba di India dengan harapan menyelamatkan banyak jiwa.Ketika berlayar melintasi Laut Tengah,misionaris muda yang sarat energi itu menulis surat kepada orang-orang yang dikasihinya di rumah.Doakanlah misionaris kalian ini,agar Yesus senantiasa membantuinnya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa abadi dari kegelapan.Harapannya untuk mengantarkan cahaya kepada mereka yang dalam kegelapan akan terpenuhi,tetapi dalam suatu cara yang belum dapat ia ketahui ia masih dalam perjalanan menuju ke tanah misi pilihannya.
Saat dikapal,ketika ia sedang sendirian dalam keheningan ketika kegembiraan dan kesedihan bercampur aduk dalam hatinya,Suster Teresa menyalurkan perasannya dalam sebuah puisi :
Selamat Tinggal
Kutinggalkan rumahku yang kusayangi
Dan tanah kelhairanku yang permai
Ke Benggala yang panas dan Gersang
Nun jauh di pantai sana.
Kutinggalkan teman-teman lamaku
Kutinggalkan keluarga dan rumahku
Hatiku menghelaku ke depan
Tuk melayani Kristusku
Selamat tinggal bunda terkasih
Semoga tuhan senantiasa bersamamu
Kuasa yang lebih tinggi menghendakiku
Tuk pergi ke India yang panas dan kering
Kapal bergerak perlahan-lahan ke depan
Meninggalkan buih-buih ombak di buritan,
Ketika untuk terakhir kalinya kumelihat
Pantai Eropa tersayang di sana
Berdiri dengan berani di geladak
Dalam kegembiraan,dalam kedamaian hati,
Kebahagiaan murid kecil Kristus
Calon mempelainya yang baru
Di tangannya sebuah salib besi
Tempat sang juru selamat bergantung
Sementara jiwanya bergejolak
Pada 6 Januari 1929,setelah perjalanan selama lima pekan,Suster Teresa tiba di Kalkuta.Dalam sebuah suratnya yang dia kirimkan ke rumah,ia bercerita tentang kedatangannya ke kota yang kelak tak pernah terpisahkan dari namanya :
Pada 6 Januari,ketika ia masih pagi,kami berlayar dari laut ke Sungai Gangga,juga disebut sungai Suci.Selama menyusuri perjalanan ini kami dapat melihat dengan sakasama tanah air kami yang baru Benggala.Alamnya menakjubkan.Di Beberapa tempat ada rumah-rumah kecil yang indah,tetapi sebagian besar yang lain hanya gubuk-gubuk yang berbaris di bawah pepohonan.Ketika menyaksikan semua ini betapa besar hasrat kami untuk sesegera mungkin berada di antara mereka.Kami diberitahu bahwa orang katolik disini hanyalah sedikit.Ketika kapal kami merapat ke Pantai,dengan sepenuh hati kami menyanyikan “ Te Deum”.Suster-suster kami yang berasal dari India telah menunggu kami disana.
Di Kapel biara,yang pertama kali lakukan adalah berterima kasih kepada Juru Selamat atas rahmat berlimpah yang memungkinkan kami tiba dengan selamat di tempat tujuan yang telah ditujukan.Di Kalkuta Ibu Teresa tinggal selama seminggu dan Ibu Teresa berlanjut ke Darjeeling.
Tidak lama setelah tiba di Kalkuta,Suster Teresa dikirim ke Darjeeling untuk meneruskan pembinaannya.Pada bulan Mei,ia mengawali masa noviatnya,dua tahun dipusatkan untuk mengucapkan kaul pertamanya.Tahun yang kedua menekankan spiritualitas dalam dirinya.
0 comments:
Post a Comment