Friday, 15 October 2010

Meminta dan Diberi

Oleh: Lia Sutandio

Pada suatu hari, seorang kakak berkhayal jika seseorang memberinya sebuah mobil, maka dia berencana akan menjual mobil tersebut, lalu hasilnya akan diberikan untuk perpuluhan, kemudian dia akan membagi-bagi sisanya beberapa untuk usaha, berinvestasi, membeli rumah, untuk menikah, dan memberikan juga untuk orang tua dan saudara-saudaranya.

Dia menceritakan khayalannya itu kepada teman dekatnya dan adik-adiknya juga, sambil tertawa ringan. Demikianlah dapat diceritakan keadaan dalam keluarganya, mereka masing-masing jarang sekali dapat mempunyai waktu untuk berkumpul bersama, tetapi ketika mereka mempunyai waktu untuk bersama, maka mereka akan menggunakan waktu itu untuk bersenda gurau, saling bercerita, membicarakan dari hal-hal yang ringan sampai ke pembicaraan yang serius juga.

Seorang kakak ini kadangkala dia memang suka berkhayal, jadi khayalan tersebut di atas hanyalah salah satu khayalan yang terbaru yang masih diingatnya. Sedangkan salah seorang adiknya lebih suka menghadapi serta menjalani apa yang ada, dan bersikap santai. Tentu saja, bukan berarti sang kakak hanya hidup dalam khayalan atau angan-angannya saja.

Firman Tuhan berkata “mintalah maka engkau akan diberi”. Masing-masing pribadi, di dalam hatinya, baik itu yang diucapkannya mau pun hanya disimpan dalam hati, pasti memiliki keinginan, cita-cita, dan harapan. Bedanya, ada orang yang mengungkapkan keinginan itu kepada orang lain, contoh paling sederhana seperti seorang anak kepada orang tuanya; ada orang yang berusaha meraihnya sendiri; dan ada juga orang yang hanya menyimpannya di dalam hati, tidak berusaha menyampaikan keinginannya kepada orang lain, tetapi juga tidak berusaha untuk memperolehnya, atau berusaha tetapi tidak dengan sungguh-sungguh ingin mendapatkannya.

Setiap orang memiliki karakter dan pemikiran yang berbeda-beda. Bagi beberapa orang mungkin berkhayal adalah sesuatu hal yang tidak masuk di akal. Berkhayal seperti sekedar bermimpi seseorang memberi mobil gratis, lalu bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan kita, sedangkan waktu-waktu seperti ini, semua orang hanya memikirkan dirinya sendiri, apakah mungkin ada yang mau memberikan mobil gratis? Bukankah itu hanya buang-buang waktu saja? Alangkah lebih baiknya jika pikiran-pikiran yang penuh khayalan itu digunakan untuk memikirkan sesuatu yang lebih bermanfaat, misalnya saja bisnis apa yang menguntungkan.

Bagi sebagian orang lainnya lagi, berkhayal itu tidak salah, tidak berdosa, tidak merugikan orang lain, dan asyik, mereka menikmati khayalannya, seolah-olah seperti sebuah hiburan buat mereka, karena sesudahnya mungkin mereka bisa tertawa sendiri karena bagaimanapun juga mereka harus kembali kepada realitanya.

Berkhayal itu ada dua macam, yang pertama khayalan seperti seorang anak kecil, yang ingin menjadi seorang peri atau dewa, lalu tiba-tiba bisa menghilang atau bisa terbang dengan menggunakan tingkatnya dan dapat menolong semua orang yang mendapat kesulitan. Yang kedua, khayalan yang realita, seperti seseorang yang memang belum memiliki apa-apa, bercita-cita ingin memiliki sesuatu.

Khayalan yang kedua itu sebenarnya bukan sesuatu yang sia-sia, karena tanpa disadari dari kita berkhayal, bercita-cita, atau berangan-angan, yang pertama berarti kita sudah punya pengetahuan, misalnya dalam cerita tersebut di atas seorang kakak berkhayal jika dia diberi sebuah mobil, maka kakak sudah mengetahui harga mobil itu, kemudian yang kedua dia mempunyai perhitungan atau perincian seperti jika mobil tersebut laku, maka dia akan memberi perpuluhan, lalu sisanya digunakan untuk membuat suatu usaha, bisa membeli rumah seharga yang telah diketahuinya, dan dia ingin memberi beberapa bagian juga untuk saudara-saudaranya.

Tetapi kembali lagi, bahwa itu semua hanyalah sekedar khalayan, cita-cita, dan angan-angan. Realitanya, bagi seseorang yang hanya bisa berangan-angan, langkah berikutnya yang dilakukannya jika dia seorang yang rohani, maka dia akan berdoa “Tuhan tolong, saya atau kami memerlukannya tapi apa daya kami belum bisa”.

Kemudian tidak hanya cukup berdoa untuk memperoleh apa yang dicita-citakan atau diangan-angkankan, tetapi seseorang itu harus berusaha, misalnya saja dengan apa yang dia peroleh saat ini, mungkin bisa dia tabung atau ada usaha-usaha yang dia lakukan untuk benar-benar bisa memperoleh apa yang diinginkannya.

Berdasarkan dari khayalan dan Firman Tuhan yang berkata “mintalah maka engkau akan diberi” maka itu berarti selain kita berkhayal, berkeinginan, atau memiliki cita-cita, kita juga harus menaikkan permohonan itu dalam doa atau mengatakannya. Karena bagi seorang bapa yang ada di bumi, tidak akan diketahuinya bahwa anaknya membutuhkan sesuatu, sampai anaknya benar-benar memintanya. Kemudian jika dilihat anaknya bisa bertanggung jawab atas apa yang dimintanya dan bapa itu mampu memberikan apa yang diminta anaknya, maka bapa itu pasti akan memberikan apa yang diminta anaknya.

Demikian juga Bapa yang di surga. DIA lebih daripada mampu, DIA lebih daripada sekedar bisa memberikan apa yang anak-anak-Nya minta. Jika dilihat-Nya kita mempunyai hati yang tulus, bukan untuk sekedar kemewahan saja, dan dilihat-Nya memang kita membutuhkan, maka dengan cara-Nya DIA pasti akan memberikan apa yang kita impikan, angan-angankan, dan yang kita doakan.

0 comments: